BERFIKIR DEDUKTIF

Berpikir adalah berbicara dengan
diri sendiri mempertimbangkan, menganalisa dan membuktikan, bertanya mengapa
dan untuk apa sesuatu terjadi. Orang yang berbahagia dan tenteram hidupnya
ialah orang yang memikirkan setiap langkahnya secara akal sehat dan tepat.
Beberapa ahli menyebut cara berpikir dengan istilah top-down (pendekatan
induktif) dan bottom-up (pendekatan deduktif). Kedua cara berpikir tersebut
diimplementasikan dalam pengembangan ilmu yang berbeda. Pengetahuan yang
dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta.
Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham
rasionalisme, sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat
pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan paham empirisme.
Pada makalah ini akan dibahas peranan berfikir deduktif dan induktif terhadap
ilmu pengetahuan dan matematika.
Deduksi berasal dari bahasa
Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang
umum, menemukan yang khusus dari yang umum. Deduksi adalah cara berpikir yang
di tangkap atau di ambil dari pernyataan yang bersifat umum lalu ditarik
pernyataan yang bersifat khusus.
Dalam deduktif telah diketahui
kebenarannya secara umum, kemudian bergerak menuju pengetahuan baru tentang
kasus-kasus atau gejala-gejala khusus atau individual. Jadi deduksi adalah
proses berfikir yang bertolak dari sesuatu yang umum (prinsip, hukum, teori,
keyakinan) menuju hal khusus. Berdasarkan sesuatu yang umum itu ditariklah
kesimpulan tentang hal-hal yang khusus yang merupakan bagian dari kasus atau
peristiwa itu.
Contoh :
Semua mahluk akan mati.
Manusia adalah mahluk.
Karena itu semua manusia
akan mati.
Contoh di atas merupakan
bentuk penalaran deduktif. Proses penalaran itu berlangsung dalam tiga tahap.
Pertama, generalisasi sebagai pangkal tolak. Kedua, penerapan atau perincian
generalisasi melalui kasus tertentu. Ketiga, kesimpulan deduktif yang berlaku
bagi kasus khusus itu. Deduksi menggunakan silogisme dan entimem.
Dapat disimpulkan secara
lebih spesifik bahwa argumen berpikir deduktif dapat dibuktikan kebenarannya.
Kebenaran konklusi dalam argumen deduktif bergantung pada dua hal, yaitu
kesahihan bentuk argumen berdasarkan prinsip dan hukumnya dan kebenaran isi
premisnya berdasarkan realitas. Sebuah argumen deduktif tetap dapat dikatakan
benar berdasarkan bentuknya, meskipun isinya tidak sesuai dengan realitas yang
ada atau isi argumen deduktif benar menurut realitas meskipun secara bentuk ia
tidak benar.

Silogisme adalah suatu
proses penalaran yang menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan
untuk menurunkan sebuah kesimpulan yang merupakan proposisi ketiga. Proposisi
merupakan pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak
karena kesalahan yang terkandung didalamnya.
Dua tipe argumen deduktif
adalah silogisme kategoris dan silogisme hipotetis. Silogisme kategoris adalah
argumen yang pasti terdiri atas dua premis dan satu konklusi, dengan setiap
pernyataannya dimulai dengan kata semua, tidak ada, dan beberapa
atau sebagian, dan berisi tiga bagian yang masing-masing hanya boleh
muncul dalam dua proposisi silogisme. Premis 1: Semua atlet adalah orang
yang sehat jiwa raga.Premis 2: Beberapa pelajar adalah atlet. Konklusi:
Jadi, beberapa pelajar adalah orang yang sehat jiwa raga.
Silogisme hipotetis adalah
silogisme yang memiliki pernyataan kondisional atau bersyarat pada premisnya.
Ada tiga jenis silogisme hipotetis, yaitu silogisme kondisional yang mengandung
anteseden (syarat) dan konsekuensi; silogisme disjungtif berupa pernyataan yang
menawarkan dua kemungkinan; dan silogisme konjungtif yang bertumpu pada
kebenaran proposisi kontraris. Kesahihan dan ketidaksahihan setiap bentuk
silogisme tersebut diukur dengan hukum dan prinsip dasar berpikir deduktif,
menyangkut pengakuan dan pengingkaran pada premisnya. Beberapa contoh silogisme
hipotetis terlihat di bawah ini:
o Silogisme hipotetis:
Bila hari tidak hujan, Ani
akan pergi ke bandara.
Hari hujan.
Oleh karena itu, Ani tidak
pergi ke bandara.
o Silogisme disjungtif:
A atau B
Arif menulis prosa atau puisi
Ternyata bukan A
Ternyata
Arif tidak menulis prosa
Maka B
Maka, Arif menulis puisi
o Silogisme konjungtif:
A tidak mungkin
Arif tidak mungkin sekaligus menulis prosa dan puisi sekaligus B dan C
Ternyata A adalah
B Ternyata Arif
menulis prosa
Maka, A bukan C
Maka,
Arif tidak menulis puisi

Dalam kehidupan sehari-hari
kita jarang menggunakan bentuk silogisme yang lengkap. Demi kepraktisan, bagian
silogisme yang dianggap telah dipahami, dihilangkan. Inilah yang disebut
entimem.
Contoh :
Premis mayor : Semua
rentenir adalah penghisap darah orang yang sedang kesusahan.
Premis minor : Pak Budi
adalah rentenir.
Kesimpulan : Pak
Budi adalah penghisap darah orang yang sedang kesusahan.
Agar tidak kaku, maka
silogisme di atas diungkapkan dalam bentuk entimem :
Pak Budi adalah rentenir,
penghisap darah orang yang sedang kesusahan.
Jadi, dari penjelasan
tentang berpikir deduktif yang termanifestasi dalam bentuk silogisme kategoris
dan silogisme hipotetis (kondisional, disjungtif, dan konjungtif) dapat
disimpulkan bahwa berpikir deduktif adalah cara berpikir logis yang mengikuti
serangkaian aturan. Di dalamnya berlangsung aktivitas berpikir analisis dan
sintesis terhadap kondisi atau situasi yang ada.

Untuk mendukung perkembangan dan pertumbuhan bayi membutuhkan asupan yang
sehat (umum), berupa makanan maupun susu yang diminumnya (khusus). Hal ini
berlaku setelah bayi berumur lebih dari 6 bulan (khusus).
Analisi:
P1
: Untuk mendukung perkembangan dan pertumbuhan bayi membutuhkan asupan yang
sehat
P2
: Berupa makanan maupun susu yang diminumnya
P3
: Hal ini berlaku setelah bayi berumur lebih dari 6 bulan
Jadi untuk mendukung
perkembangan dan pertumbuhan bayi membutuhkan makanan maupun susu yang diminum
yang sehat setelah bayi berumur lebih dari 6 bulan.

v Berawal dari sesuatu yang umum
v Penjelasan merupakan hal-hal yang khusus
v Berasal dari asumsi-asumsi logis
v Menggunakan metode silogisme dan etimem
v Suatu saat bisa dibuktikan
v Kebenarannya jelas dan nyata
v Pernyataan dan kesimpulan yang ditariknya adalah
konsisten dengan pernyataan dan kesimpulan yang telah dianggap benar
(koherensi)