TUGAS 2 - ETIKA BISNIS
THERESIA WIDYANINGRUM
18211061
4EA27
KASUS
DALAM ETIKA BISNIS
Kasus 1.
Lumpur Lapindo :
Lapindo
Brantas Inc. melakukan pengeboran gas melalui perusahaan kontraktor pengeboran
PT. Medici Citra Nusantara yang merupakan perusahaan afiliasi Bakrie Group.
Kontrak itu diperoleh Medici dengan tender dari Lapindo Brantas Inc. senilai
US$ 24 juta. Namun dalam hal perijinannya telah terjadi kesimpangsiuran
prosedur dimana ada beberapa tingkatan ijin yang dimiliki oleh lapindo. Hak
konsesi eksplorasi Lapindo diberikan oleh pemerintah pusat dalam hal ini adalah
Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP MIGAS), sementara ijin konsensinya diberikan
oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur sedangkan ijin kegiatan aktifitas
dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sidoarjo yang memberikan
keleluasaan kepada Lapindo untuk melakukan aktivitasnya tanpa sadar bahwa
Rencana Tata Ruang (RUTR) Kabupaten Sidoarjo tidak sesuai dengan rencana eksplorasi
dan eksploitasi tersebut.
Dampak
dari luapan lumpur yang bersumber dari sumur di Desa Renokenongo, Kecamatan
Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur sejak 29 Mei 2006 ini telah
mengakibatkan timbunan lumpur bercampur gas sebanyak 7 juta meter kubik atau
setara dengan jarak 7.000 kilometer, dan jumlah ini akan terus bertambah bila
penanganan terhadap semburan lumpur tidak secara serius ditangani. Lumpur gas
panas Lapindo selain mengakibatkan kerusakan lingkungan, dengan suhu rata-rata
mencapai 60 derajat celcius juga bisa mengakibatkan rusaknya lingkungan fisik
masyarakat yang tinggal disekitar semburan lumpur. Tulisan lingkungan fisik
diatas adalah untuk membedakan lingkungan hidup alami dan lingkungan hidup
buatannya, dimana dalam kasus ini Daud Silalahi menganggap hal ini sebagai awal
krisis lingkungan karena manusia sebagai pelaku sekaligus menjadi korbannya.
Rusaknya lingkungan fisik tersebut sudah dirasakan berbagai pihak selama ini
antara lain :
Lumpuhnya sektor industri di Kabupaten
Sidoarjo. Sebagai mana diketahui Sidoarjo merupakan penyangga Propinsi Jawa
Timur, khususnya Kota Surabaya dalam sektor industri. Hingga kini sudah 25
sektor usaha tidak dapat beroperasi yang berakibat hilangnya mata pencaharian
ribuan karyawan yang bekerja pada sektor industri tersebut.
Lumpuhnya sektor ekonomi sebagai akibat
rusaknya infrastruktur darat seperti rusaknya jalan, jalan tol dan jalur
ekonomi darat lainnya seperti jalur transportasi kereta api dll.
Kerugian di sektor lain seperti pertanian,
perikanan darat dll. Sejauh ini sudah diidentifikasi luas lahan pertanian
berupa lahan sawah yang mengalami kerusakan, menurut Direktur Jenderal Tanaman
Pangan Departemen Pertanian Soetarto Alimoeso mengatakan area pertanian di
Sidoarjo, Jawa Timur, yang terkena luapan lumpur Lapindo seluas 417 hektare.
Lumpur telah menggenangi duabelas desa di tiga kecamatan, tak kurang 10.426
unit rumah terendam lumpur, menggenangi sarana dan prasarana publik, Sekitar 30
pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan
ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena dampak
lumpur ini, serta memindah paksakan sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak
25.000 jiwa mengungsi.
Dampak sosial kehidupan masyarakat disekitar seperti sarana tempat
tinggal, pendidikan, kesehatan, sarana air bersih dll. Bahwa efek langsung
lumpur panas menyebabkan infeksi saluran pernapasan dan iritasi kulit. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa lumpur tersebut juga mengandung bahan karsinogenik yang
bila berlebihan menumpuk dalam tubuh dapat menyebabkan kanker dan akumulasi
yang berlebihan pada anak-anak akan mengakibatkan berkurangnya kecerdasan.
Hasil uji laboratorium juga menemukan
adanya kandungan Bahan Beracun dan Berbahaya yaitu kandungan (B3) yang sudah
melebihi ambang batas. Hasil uji kualitas air lumpur Lapindo pada tanggal 5
Juni 2006 oleh Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Timur, menunjukkan bahwa uji
laboratorium dalam air tersebut terdapat kandungan fenol. Kontak langsung
dengan kulit dapat mengakibatkan kulit seperti terbakardan gatal-gatal. Fenol
bisa berakibat menjadi efek sistemik atau efek kronis jika fenol masuk ke dalam
tubuh melalui makanan. Efek sistemik fenol bisa mengakibatkan sel darah merah
pecah (hemolisis), jantungberdebar (cardiac aritmia), dan gangguan ginjal. Hal
ini menunjukkan bahwa selain dampak kerusakan lingkungan fisik, lumpur panas
tersebut juga mengakibatkan ancaman lain yaitu efek kesehatan yang sangat
merugikan dimasa yang akan datang dan hal ini justru tidak diketahui
olehmasyarakat korban pada umumnya.
Analisis
:
Pada
kasus diatas dapat dilihat bahwa perusahaan Bakrie telah menyalahi etika
berbisnis. Dalam berbisnis kita juga harus memperhatikan faktor kelestarian
lingkungan sekitar kita yang juga dapat menopang usaha bisnis tersebut.
Seharusnya perusahaan Bakrie sudah dapat menghitung atau memperkirakan bahaya
atau dampak yang akan ditimbulkan bila melakukan pengeboran. Perusahaan harus
tahu seberapa batas yang sewajarnya dilakukan pengeboran. Karena ulah
perusahaan tersebut, banyak pihak yang dirugikan, baik makhluk hidup
disekitarnya juga dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini tentunya harus
menjadi pembelajaran bagi kita semua, terutama perusahaan-perusahaan besar yang
ingin membuat suatu usaha atau tindakan bagi perusahaannya agar lebih
memikirkan faktor lingkungan disekitar wilayah yang bersangkutan.
Sumber :
KASUS
2 DALAM ETIKA BISNIS
Kasus 2.
Obat nyamuk HIT :
Perjalanan
obat nyamuk bermula pada tahun 1996, diproduksi oleh PT Megasari Makmur yang
terletak di daerah Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. PT Megasari Makmur juga
memproduksi banyak produk seperti tisu basah, dan berbagai jenis pengharum
ruangan. Obat nyamuk HIT juga mengenalkan dirinya sebagai obat nyamuk yang
murah dan lebih tangguh untuk kelasnya. Selain di Indonesia HIT juga mengekspor
produknya ke luar Indonesia.
Obat
anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan ditarik
dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia. Departemen Pertanian, dalam
hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi di pabrik HIT dan menemukan
penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan
terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel
pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
HIT yang
promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya
karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan
Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat
anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot)
dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan
melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada
tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang
mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara
yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.
Analisis
:
Dari
kasus diatas terlihat bahwa perusahaan melakukan pelanggaran etika bisnis
terhadap prinsip kejujuran perusahaan besarpun berani untuk mmengambil tindakan
kecurangan untuk menekan biaya produksi produk. Mereka hanya untuk mendapatkan
laba yang besar dan ongkos produksi yang minimal. Mengenyampingkan aspek
kesehatan konsumen dan membiarkan penggunaan zat berbahaya dalam produknya .
dalam kasus HIT sengaja menambahkan zat diklorvos untuk membunuh serangga
padahal bila dilihat dari segi kesehatan manusia, zat tersebut bila dihisap
oleh saluran pernafasan dapat menimbulkan kanker hati dan lambung.
Dan
walaupun perusahaan sudah meminta maaf dan juga mengganti barang dengan
memproduksi barang baru yang tidak mengandung zat berbahaya tapi seharusnya
perusahaan jugamemikirkan efek buruk apa saja yang akan konsumen rasakan bila
dalam penggunaan jangka panjang. Sebagai produsen memberikan kualitas produk
yang baik dan aman bagi kesehatan konsumen selain memberikan harga yang murah
yang dapat bersaing dengan produk sejenis lainnya.
Sumber :